DPPPA Gelar Diskusi Perlindungan Perempuan di Lingkup Kampus dan Kos-an

22
Feb 2024
Kategori : BERITA
Penulis : admin
Dilihat :180x

MAKASSAR, EDUNEWS.ID – Kekerasan seksual merupakan salah satu jenis kekerasan yang semakin sering dijumpai oleh masyarakat.

Terlebih karena kekerasan seksual memiliki varian dari segi pelaku, waktu dan tempat terjadinya.

Ramainya pemberitaan kasus yang berseliweran menggambarkan hal unik, dimana kekerasan seksual dapat terjadi tidak hanya karena adanya hubungan psikologis, tetapi juga relasi kuasa yang timpang antara korban dan pelaku.

Selain itu, kasus tidak hanya terjadi di 1-2 jenis tempat, tetapi hampir seluruh sudut ruang memungkinkan terjadinya kekerasan seksual.

Untuk itu, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Kota Makassar gencar melakukan sosialisasi perlindungan dari kekerasan seksual, utamanya bagi perempuan dan anak.

Hari ini, Kamis (22/2/2024) bertempat di Hotel Almadera, DPPPA menggelar diskusi untuk lingkup perguruan tinggi, termasuk “kos kos-an” yang kerap dijadikan hunian sementara bagi para civitas akademika.

Para dosen, mahasiswa, hingga pemilik kos-an se-Kota Makassar diundang untuk mengikuti diskusi terkait perlindungan perempuan di wilayahnya.

Kepala Bidang Perlindungan Perempuan DPPPA Makassar, Hapidah Djalante, mengungkapkan banyaknya penemuan kasus kekerasan di lingkup kampus dan rumah kos.

Kasus kasus yang dimaksud termasuk kekerasan dalam pacaran, dan lain sebagainya.

“Kenapa kami melakukan ini karena banyaknya kejadian di kampus kampus dan rumah kos. Kemarin saja kami jalan, banyak sekali (kasus)” ungkapnya saat membuka acara.

Melalui diskusi yang digelar, Hapidah berharap seluruh peserta dapat ikut menjadi agen untuk mencegah dan melaporkan kekerasan yang terjadi di sekitarnya.

“Saya harap semua pemilik kos juga bisa mengikuti ini agar kita bisa menjaga wilayah ta‘,” pesannya.

Hadir dua narasumber dalam diskusi, yaitu Warida Safie (Institut of Community Justice Makassar) dan Farida Aryani (Kepala UPT Layanan Bimbingan dan Konseling UNM).

Diskusi Perlindungan Perempuan di Lingkup Perguruan Tinggi dan Rumah Kost, Kamis (22/2/2024) di Hotel Almadera Makassar.

Warida menjelaskan bahwa sudah banyak kebijakan pemerintah terkait perlindungan perempuan dan anak di berbagai tingkatan.

Mulai dari kebijakan di level internasional, nasional, provinsi, hingga kabupaten/kota.

Namun yang perlu dievaluasi, kata Warida, adalah implementasi dari kebijakan kebijakan tersebut.

Apalagi sangat banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kekerasan, seperti ekonomi, budaya, hukum, dan politik.

Di samping itu, modus kekerasan seksual juga semakin bervariasi dengan cara cara yang dianggapnya makin mengerikan.

“Jadi memang haruski selalu sama sama meningkatkan pedulian kita terhadap perlindungan perempuan dan anak,” tuturnya.

Warida lalu mendorong adanya tim berbasis komunitas untuk melakukan pemantauan, hampir seperti yang dilakukan oleh Shelter Warga.

“Misalnya kunjungan rutin per minggu ke rumah rumah yang rentan, atau memberi peningkatan rujukan layanan untuk calon korban,” imbuhnya.

Narasumber kedua, Farida Aryani menyampaikan bahwa untuk lingkup kampus, sudah terdapat kebijakan pemerintah berupa Permendikbudrustek nomor 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.

Bahkan beberapa kampus sudah memiliki Satuan Tugas atau Satgas untuk menindaklanjuti apabila terjadi kekerasan seksual.

Meski begitu, kata Farida, masih banyak yang ragu dan malu untuk melaporkan.

“Apalagi kalau mahasiswa, nanti tidak lulus. Apalagi mohon maaf kalau pelakunya pejabat kampus, dosennya,” katanya.

Sebagai pertolongan awal jika terjadi kekerasan, termasuk di lingkungan kampus dan sekitarnya, Farida mendorong semua pihak memiliki skill DPA.

“DPA atau Dukungan Psikologis Awal bisa kita lakukan. Ini harus dimiliki oleh orang orang di front liner, yang memberikan layanan, keluarga, teman, relawan, Satgas PPKS,” ujarnya.

Ia menambahkan, DPA bertujuan mencegah munculnya tampilan kondisi kesehatan mental negatif yang disebabkan oleh bencana atau situasi kritis yang dihadapi individu.

“Langkah DPA ada 3L. Yaitu Look (lihat) kondisinya, Listen (dengarkan) keluh kesahnya, dan Link (hubungkan) untuk bantuannya,” tukasnya.

Dari pantauan edunews.id, para peserta diskusi nampak antusias. Dari dosen hingga para mahasiswa masing masing mengutarakan pertanyaan, saran, dan kritiknya terkait implementasi kebijakan perlindungan perempuan dan anak di Makassar.

Dokumentasi sesi diskusi (sumber : edunews.id)

Salah satu peserta dari Satgas PPKS Unhas, Qaiatul Muallima, mengapresiasi diskusi yang digelar hari ini.

“Dari sini kami banyak belajar terkait implementasi Permendikbud, juga kebijakan Pemkot yang benar benar memberi perlindungan perempuan dan anak,” katanya.

Lala, sapaannya, berharap koordinasi antara kampus dan DPPPA terus ditingkatkan.

“Hal yang bisa dikolaborasikan, adalah ketika ada kasus di Perguruan Tinggi yang membutuhkan layanan dari UPTD atau DPPPA,” tambahnya.

Ia juga berpesan agar Pemkot memfasilitasi kegiatan serupa sesering mungkin.

“Karena dampaknya positif, kita juga dapat mengevaluasi kinerja perguruan tinggi dan rumah kos dalam perlindungan perempuan dan anak,” tutupnya.

sumber : https://edunews.id/dp3a-makassar/dpppa-gelar-diskusi-perlindungan-perempuan-di-lingkup-kampus-dan-kos-an/

Tidak ada komentar

Tinggalkan komentar

 

10 − 5 =