DPPPA Makassar Harap Warga Tak Hanya Fokus Pembangunan Fisik, Mindset dan Moral Juga Penting!
MAKASSAR, EDUNEWS.ID – Kepala Bidang Kualitas Hidup Perempuan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Kota Makassar, Nanin Sudiar, secara lugas menyampaikan harapannya agar warga turut serta dalam pembangunan daerah non fisik.
Hal tersebut disampaikannya dalam Sosialisasi Perlindungan Keluarga dan Anak tahap I & II, Senin (13/5/2024) di Kantor Kelurahan Untia, Kec. Biringkanaya, Kota Makassar.
Menurutnya, selama ini usulan usulan yang bermunculan pada Musrenbang dominan menyangkut pembangunan fisik seperti jembatan, lampu jalan, dan sebagainya.
Padahal, kata Nanin, pembangunan non fisik yang menyangkut mindset, moral, dan perilaku masyarakat juga tak kalah pentingnya.
“Ini kan perlu sebenarnya. Bayangkan kita membangun rumah megah, tapi kurang mindset orang di dalamnya, moralnya, dan seterusnya. Tidak ada artinya,” tuturnya.
Untuk itu, ia meminta antusiasme warga untuk mengawal usulan terkait program pembangunan non fisik seperti edukasi sosial masyarakat.
“Perlu itu non fisik seperti begini…membuka wawasan untuk perlindungan keluarga dan anak. Jadi nanti Musrenbang, pesan saya perbanyak usulan non fisik dan kawal hingga bisa jadi kegiatan seperti ini,” tutup Nanin.
Kegiatan ini menghadirkan 2 narasumber dari Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kota Makassar.
Salah satu narasumber, Abu Talib (Tim Reaksi Cepat UPTD PPA Makassar) menunjukkan tingginya kasus kekerasan di Kota Makassar.
Pada tahun 2023 saja, terdapat kurang lebih 1.729 kasus korban kekerasan yang tercatat di UPTD PPA Kota Makassar.
Kekerasan terhadap anak menjadi kasus dengan jumlah tertinggi yakni 990 kasus. Kasus lainnya yang tercatat adalah KDRT (333 kasus), Anak Berhadapan Hukum/ABH (88 kasus), kekerasan terhadap perempuan (235 kasus), disabilitas (5 kasus), korban NAPZA (16 kasus), rekomendasi nikah (29 kasus), dan hak asuh anak (33 kasus).
Adapun bentuk kekerasan yang paling sering terjadi yaitu kekerasan fisik dan kekerasan seksual yang mencapai 700-an kasus.
Talib memaparkan bahwa kekerasan yang kerap terjadi di masyarakat adalah warisan turun temurun yang direfleksikan dari orang dewasa ke anak.
Ia memberi contoh pola asuh keluarga yang secara tidak langsung membentuk rantai kekerasan.
“Hati hati jika terbiasa dibentak, terbentuklah pemikiran dalam diri anak bahwa membentak, memukul, dan tindak kekerasan lain adalah bentuk kasih sayang. Orang tua yang mudah marah dan bereaksi berlebihan cenderung memiliki balita yang bertindak di luar batas dan menjadi marah juga,” paparnya.
Narasumber lainnya, Muh. Zulhajar Syam (Lawyer di UPTD PPA Makassar), menambahkan bahwa setiap individu dalam keluarga wajib memperhatikan sungguh sungguh tentang perlindungan keluarga, terlebih kepentingan terhadap anak.
Ia menyebut, perlindungan anak menjadi tanggung jawab negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, orang tua atau wali.
Hal ini berdasarkan UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Selain itu, kata Zulhajar, anak juga memiliki hak yang harus dipenuhi, yaitu hak bermain, pendidikan, perlindungan, nama, kebangsaan, makanan, kesehatan, rekreasi, kesamaan, dan perannya dalam pembangunan.
Oleh karena itu, segala bentuk kekerasan terhadap anak maupun orang dewasa sekalipun tidak dibenarkan.
Sebab, kekerasan baik itu secara fisik, psikis, maupun eksploitasi, memiliki dampak jangka panjang yang sangat merugikan, baik untuk diri sendiri maupun lingkungan sekitar.
Zulhajar menambahkan, Pemerintah Kota Makassar telah menyediakan berbagai layanan gratis terkait perlindungan perempuan dan anak, seperti UPTD PPA Kota Makassar.
Layanan tersebut sejalan dengan komitmen pemerintah untuk mewujudkan Makassar kota inklusif yang aman dan nyaman untuk semua, salah satunya dengan adanya program Walikota “Jagai Anakta”.
Tinggalkan komentar