Pemkot Makassar Kampanye Jagai Anakta’, Ini Cara Batasi Penggunaan Gadget!
MAKASSAR, EDUNEWS.ID – Pemerintah Kota Makassar tak henti mensosialisasikan potensi bahaya dari penggunaan gadget secara berlebih.
Tak terkecuali bahaya bahaya yang bisa merusak anak sebagai generasi bangsa, baik secara fisik maupun psikis.
Melalui Program Walikota Jagai Anakta‘, seluruh elemen masyarakat utamanya para orang tua diimbau untuk meningkatkan perhatian pada anak, termasuk pengawasan aktifitas anak di ranah daring.
Seperti hari ini, Jumat (1/3/2024), Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Makassar melakukan sosialisasi pentingnya peran orang tua dalam pengasuhan anak di era globalisasi dan digitalisasi.
Kegiatan yang digelar di Hotel Golden Tulip Essential ini menghadirkan sejumlah perwakilan warga, pengurus shelter, dan pemerintah kelurahan di Makassar.
Narasumber pertama, Arafah (Yayasan BaKTI), menjelaskan risiko penggunaan gadget.
Pertama, yakni risiko konten, dimana anak bisa saja dicekcoki kontek konten yang sebenarnya belum layak dikonsumsi.
“Misalnya cuma cari bahan pelajaran atau informasi tertentu, lalu bisa saja ada iklan yang muncul tidak sesuai,” tuturnya.
Kedua risiko kontak, dimana gadget memungkinkan bocornya data data pribadi yang tidak dikehendaki dan berujung pada kasus penipuan, kekerasan, dan lain lain.
Ketiga, risiko perilaku. Arafah mengingatkan bahaya kecanduan gagdet yang dapat mendorong munculnya perilaku dan karakter yang kurang baik atau menyimpang.
Keempat ada risiko kontrak, dimana penggunaan situs dan atau aplikasi memiliki syarat dan ketentuan yang butuh persetujuan sebelum penggunaannya.
“Nah ini biasa asal di-klik saja, asal disetujui tanpa kita baca. Apalagi kalau anak anak, dia centang saja,” ucapnya.
Salah satu yang marak dan paling perlu diwaspadai, lanjut Arafah, adalah Online Child Sexual Exploitation and Abuse (OCSEA).
OCSEA ini adalah segala penggunaan teknologi informasi yang mengakibatkan penyalahgunaan, eksploitasi, dan kekerasan seksual pada anak.
Model atau modus pelaku OCSEA pun beragam, seperti yang pada awalnya adalah sengaja mengirimkan materi atau teks teks bernuansa seksual, berisi kekerasan/anak, grooming online (bujuk rayu) untuk tujuan seksual, sexting, pemerasan seksual (sextortion), streaming langsung, dan cyber bullying.
“Nah ini, misalnya grooming itu rentan sekali bagi anak yang galau atau kurang perhatian, atau kondisi keluarganya tidak baik baik saja,” jelas Arafah.
Ia pun mendorong peningkatkan kualitas pengasuhan dengan komunikasi yang baik kepada anak.
“Intinya di sini adalah komunikasi yang baik, lakukan pendekatan, kemudian ada namanya disiplin positif,” imbuhnya.
Agar dapat menyeimbangkan pengawasan, orang tua juga diminta untuk turut mempelajari teknologi informasi.
Selain itu, jelas Arafah, penggunaan gadget anak juga dapat dipantau melalui fitur pengaturan<kesehatan digital & kontrol orang tua di HP yang digunakan anak.
Dari fitur tersebut, orang tua dapat mengetahui seberapa lama anak menggunakan aplikasi, dan aplikasi apa saja yang diaksesnya.
Narasumber selanjutnya, Reza Maulana (Diskominfo Kota Makassar), mengutarakan fakta bahwa para founder atau direktur perusahaan teknologi informasi seperti Microsoft, Google, Apple, dan sebagainya, justru tidak membiarkan anaknya menggunakan smartphone.
“Jadi mereka sendiri yang menciptakan teknologi itu, mereka sendiri yang larang anaknya. Kenapa? karena mereka sadar betul bahayanya,” terang Reza.
Berangkat dari kesadaran tersebut, para founder teknologi informasi turut gencar mengkampanyekan penggunaan internet dan gadget.
Salah satunya adalah penggunaan aplikasi parental seperti “Family Link” yang dapat diunduh di Play Store.
Aplikasi ini, sambung Reza, dapat digunakan untuk ‘membatasi teknologi dengan teknologi‘ yang dapat membantu orang tua memantau penggunaan gadget anak.
Reza bersama rekannya lalu mengkampanyekan cara penggunaan dan pengenalan fitur dalam aplikasi tersebut.
Family Link perlu terlebih dahulu mentautkan perangkat gadget anak ke HP orang tua (tutorial penggunaan mengikuti instruksi yang tertera setelah aplikasi diunduh).
Setelahnya, orang tua dapat menggunakan berbagai fitur termasuk membatasi aplikasi dan konten yang dapat diakses oleh anak, membatasi durasi penggunaan gadget, bahkan dapat mengetahui lokasi anak.
Batasan konten yang dapat diatur termasuk penyesuaiannya dengan umur anak, membatasi konten atau aplikasi berbayar, membatasi situs, termasuk yang berisi konten vulgar.
Lebih lanjut, Reza menyebutkan rekomendasi waktu penggunaan gadget ideal untuk anak berdasarkan studi.
Untuk usia di bawah 2 tahun, ujarnya, sangat disarankan agar anak tidak diberi gadget.
“Misalnya agar anak tidak tantrum, dikasih smartphone. Itu kekeliruan dalam mendidik,” tegas Reza.
Selanjutnya, untuk anak usia 2-5 tahun disarankan mengakses gadget hanya 1 jam/hari.
Kemudian anak usia 6 tahun ke atas sudah bisa diberikan gadget, dengan waktu yang disepakati bersama orang tua, rata rata maksimal adalah 2 jam/hari.
“Berikutnya, remaja untuk melakukan aktifitas online, sekitar 257 menit atau 4 jam 17 menit saja. Itu maksimal,” pungkasnya.
Tinggalkan komentar