Antusias! Driver Ojol di Makassar Ikuti Diskusi UU TPKS, Bagi Pengalaman Saat Ngojek
MAKASSAR, EDUNEWS.ID – Puluhan driver Ojek Online (Ojol) di Kota Makassar mengikuti undangan diskusi Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) di Hotel Karebosi Premier, Rabu (28/2/2024).
Diskusi tersebut difasilitasi oleh Pemerintah Kota Makassar, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA).
Berdasarkan pantauan edunews.id di lokasi, para peserta nampak antusias mengikuti pembahasan.
Apalagi, beberapa dari mereka mengaku belum tahu dan paham terkait UU TPKS serta layanan perlindungan perempuan-anak di Makassar.
Bahkan, beberapa driver yang hadir turut membagikan pengalamannya saat bekerja mengantarkan penumpang.
Salah satunya sebut saja “D”. Ia mengaku sangat tidak nyaman dengan penumpang yang secara spontan menyentuhnya di area tubuh tertentu saat berboncengan.
Selain itu, penumpang yang dimaksud juga membicarakan hal hal yang sifatnya sensual di luar pekerjaan.
“Terkadang penumpang, sudah dikasih jarak, dia memegang bahu kita dan pegang bagian perut (memeluk), menanyakan sudah bersuami? boleh peluk?” ungkapnya.
Peserta lain, sebut saja “F” juga mengutarakan keresahannya dimana bukan hanya perempuan yang bisa mendapatkan pelecehan seksual.
Ia bercerita bahwa kadangkala laki laki pun berpeluang menjadi korban, dengan memberi contoh kasus yang dialami rekannya.
“Wanitanya mengaku dilecehkan, dia sudah memposting di media sosial dan lain lain, maka aplikator memproses hal ini. Usut punya usut, wanita itu ternyata hanya iseng atau ada masalah lainnya,” tuturnya.
Lanjut F, kadang juga terjadi kesalahpahaman antara driver dan penumpang dalam kondisi kondisi tertentu.
“Dalam mengendarai kendaraan, ada hal hal di luar kontrol kami, misalnya harus rem mendadak atau menghindari sesuatu, terus korbannya melapor bahwa ada unsur kesengajaan. Nah saya mau pencerahan bilamana kami berhadapan dengan kasus seperti itu,” katanya.
Kepala Bidang Perlindungan Perempuan DPPPA Makassar, Hapidah Djalante, menjelaskan bahwa kasus kekerasan seksual dapat dilaporkan mulai dari tingkat Shelter Warga.
Shelter Warga ini merupakan layanan terdekat kasus kekerasan utamanya untuk perempuan dan anak, yang ditempatkan di masing masing kelurahan.
“Kenapa saya bentuk ini di kelurahan, supaya mudahki‘ melapor. Apalagi kalau dekatji rumahta‘,” terangnya.
Hapidah menyebut bahwa sudah ada 85 dari 153 kelurahan di Makassar yang telah memiliki Shelter Warga.
“Kalau tidak adapi di kelurahanta’, lapor maki ke lurah, nanti teman teman Shelter Warga yang ada di kecamatan itu yang merapat ke kelurahanta’,” pesannya.
Salah satu narasumber diskusi, Abdul Aziz Dumpa (Wakil Direktur LBH Makassar) menerangkan, kekerasan bisa terjadi karena relasi kuasa yang tidak seimbang.
“Antara penumpang dan driver ada relasi kuasa. Penumpang ini merasa berkuasa terhadap driver-nya karena dia membayar. Adapun driver, lanjutnya, menjadi lemah posisinya karena takut akan di-suspend,” katanya.
Aziz lalu mendorong terwujudnya kesetaraan antara driver dan penumpang.
“Harus dipahami bersama bahwa posisinya setara. Kalau membayar, diberikan jasa. Cukup itu. Jangan melakukan hal hal lain di luar pemberi dan penerima jasa,” tegasnya.
Selain itu, Aziz mengingatkan perlunya komunikasi pencegahan antara driver dan penumpang.
Driver harus bicara ke penumpangnya, penumpang juga harus bicara ke driver-nya.
“Selesaikan dengan komunikasi, semua yang melanggar ranah privat harus dengan persetujuan,” imbuhnya.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar juga disebutnya terbuka untuk mendorong kebijakan pencegahan kekerasan seksual di ranah komunitas, seperti Ojol.
“Agar driver tidak melakukan kekerasan seksual ke penumpangnya, begitupun sebaliknya,” tutupnya.
Narasumber lain, Iptu Syahuddin Rahman (Kanit PPA Polrestabes Makassar) menekankan bahwa semua pihak berperan dalam pencegahan kekerasan seksual.
“Dalam UU ini (TPKS) sudah jelas dan terang bahwa kita semua punya peran dalam mencegah kekerasan seksual,” lugasnya.
“Jadi bukan cuma polisi, bukan cuma DPPPA bukan cuma pemerintah. Kita semua,” sambungnya.
Iptu Syahuddin mengapresiasi bahwa undangan bersama Pemkot Makassar untuk diskusi TPKS untuk menambah pengetahuan masyarakat.
“Undang-Undang ini kita jelaskan untuk menambah pengetahuan kita untuk pertama, jangan kita jadi korban kekerasan seksual. Kedua, jangan kita jadi pelaku kekerasan seksual,” pungkasnya.
Tinggalkan komentar