Angka Perceraian Tinggi, DPPPA Makassar Ingatkan Warga Soal Ini
MAKASSAR, EDUNEWS.ID – Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Kota Makassar melanjutkan sosialisasi masyarakat di Hotel Almadera, Jumat (23/2/2024).
Kali ini, DPPPA Makassar mengambil tema “Diskusi Perlindungan Hak Perempuan Dalam Perkara Perceraian”.
Hadir perwakilan masyarakat dari berbagai kelurahan yang ada di Kota Makassar.
Kepala Bidang Perlindungan Perempuan DPPPA, Hapidah Djalante, dalam sambutannya menyebut bahwa tema yang diangkat menjadi salah satu fenomena masyarakat yang seringkali diabaikan.
Menurutnya, masih banyak orang yang menggampangkan pernikahan, termasuk perkawinan usia anak, tanpa memikirkan besarnya risiko yang ditimbulkan.
“Bapak Ibu yang mau menikahkan anaknya, lihat berapa umurnya anaknya. Sudah bisami kah dinikahkan?” katanya.
Di samping itu, banyak juga yang menggampangkan perceraian suami istri tetapi lupa akan adanya perkara hak dan kewajiban yang masih perlu ditunaikan setelahnya.
“Saat ada masalah di perkawinan, cerai saja di pikirannya. Dia lupa bahwa ada hak hak di situ, utamanya hak perempuan yang mesti dia dapatkan. Nantipi berjalan 2-3 bulan baru sadar,” sambungnya.
Maka dari itu, lanjutnya, DPPPA menggelar diskusi untuk memperluas sosialisasi perlindungan hak perempuan pasca perceraian, sekaligus mencerahkan warga terkait masalah dalam perkawinan.
“Inimi saya cerahkanki‘ di sini. Saya harap apa yang kita dapat di sini kita sampaikan ke orang orang sekitar ta‘ yang tidak sempat hadir supaya ini nyambung,” tutupnya.
Lebih lanjut, diskusi dipantik dua narasumber yaitu Husnah Husain (Ketua Posbakum Pengadilan Agama Makassar), dan Riyadh (Ketua Pengadilan Agama Maros).
Husnah mengingatkan, bahwa dalam penceraian, istri tetap mempunyai hak untuk meminta nafkah kepada suami.
“Ada hak dari seorang istri yang bisa didapatkan kalau cerai maki’ sama suami ta,” ungkapnya.
Hak tersebut kata Husnah, adalah nafkah madhiyah (nafkah lampau). Ini adalah nafkah terdahulu yang dilalaikan oleh mantan suami kepada mantan istri sewaktu keduanya masih terikat perkawinan yang sah.
Kedua yakni nafkah Iddah, yang diberikan mantan suami selagi masa tunggu.
“kenapa mesti dinafkahi iddah (masa tunggunya), karena 3 bulan pasca perceraian, perempuan tidak boleh dulu menerima pinangan dari laki laki,” jelasnya.
Ketiga, adalah mut’ah atau penghibur, berupa kenang-kenangan dari mantan suami ke mantan istri baik berupa uang, maupun benda lainnya.
Ketiga hak tersebut berlaku ketika terjadinya cerai talak, di mana laki laki mengajukan cerai kepada istrinya.
Adapun jika terjadi cerai gugat (istri yang melakukan gugatan cerai), tetap terdapat hak hak mantan istri dengan menggabungkan gugatan cerai dan gugatan nafkah (nafkah lampau, nafkah iddah, mut’ah dan nafkah anak).
“Hakim melalui saksi saksi yang diperiksa, itu kemudian mengakumulasi untuk menetapkan jumlah yang harus dibayarkan,” terang Husnah.
Lebih lanjut, Riyadh memaparkan terkait batas usia menikah yang penting diperhatikan.
Berdasarkan fakta di lapangan, Riyadh menegaskan adanya korelasi antara usia nikah dengan angka perceraian yang terus meningkat, tingkat KDRT, penelantaran, angka kematian ibu dan anak, jumlah masyarakat miskin, stunting, dan sebagainya.
“Makanya pemerintah berkesimpulan menaikkan usia menikah jadi 19 tahun,” ujarnya.
Intinya, kata Riyadh, pemerintah menginginkan kualitas masyarakat Indonesia semakin bagus.
“Tentunya ada banyak mudarat yang ditimbulkan dari perkawinan anak. Orang orang yang konsen dalam bidang perlindungan anak selalu membahasakan kalau anak anak itu tempat bermainnya bukan di pelaminan, tetapi di bangku sekolah,” tuturnya lagi.
Ia juga menyinggung terkait praktik nikah siri di masyarakat.
Menurutnya, meskipun nikah siri ada yang sah secara agama, Riyadh menyarankan agar semua orang tua tetap perlu berhati hati.
“Saya berani memastikan kalau ada orang tua yang rela anaknya dinikahi secara siri, maka itu adalah orang tua yang tidak hati hati,” tegasnya.
Ia mengingatkan bahwa laki laki yang menikahi perempuan secara siri, akan sangat mudah lari dari tanggung jawab.
“Surat Edaran Mahkamah Agung mengatur bahwa perempuan yang dinikahi secara siri tidak berhak mendapat warisan, termasuk harta bersama. Kalau ada anaknya, anaknya sah secara agama, tapi tidak sah secara administrasi negara,” imbuhnya.
Riyadh pun berpesan agar para orang tua lebih jeli memperhatikan anak anaknya. Apalagi dengan masuknya perkembangan teknologi dan informasi yang semakin pesat.
“Semakin ke sini pengawasan orang tua semakin berkurang. Semakin ada HP harusnya makin naik juga pengawasan,” tutupnya.
sumber : https://edunews.id/dp3a-makassar/angka-perceraian-tinggi-dpppa-makassar-ingatkan-warga-soal-ini/
Tinggalkan komentar