DPPPA Makassar Gelar Diskusi UU TPKS Bersama Binmas dan Danramil

20
Feb 2024
Kategori : BERITA
Penulis : admin
Dilihat :194x

MAKASSAR, EDUNEWS.ID – Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Kota Makassar menggelar Diskusi Implementasi Undang Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) di Hotel Best Western Plus, Selasa (20/2/2024).

Diskusi ini mengundang Binmas se-Kota Makassar yang telah memiliki Shelter Warga juga Danramil se-Makassar.

Kepala Bidang Perlindungan Perempuan DPPPA Makassar, Hapidah Djalante menjelaskan bahwa kegiatan ini dilatarbelakangi dengan terus meningkatnya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Ia menyebut, pada tahun 2022, UPT PPA Makassar mencatat 1.669 kasus kekerasan, dimana 580 kasus di antaranya merupakan kasus kekerasan terhadap perempuan, dan 1.132 kasus merupakan kasus anak.

Selanjutnya pada 2023, tercatat ratusan kasus yang didominasi oleh kasus anak.

“Berdasarkan hal tersebut, maka DPPPA mengadakan peningkatan kapasitas aparat penegak hukum agar ada persamaan persepsi dalam penanganan kasus perempuan dan anak sesuai UU TPKS,” jelas Hapidah.

Kepala DPPPA Makassar, Achi Soleman, lebih lanjut menyatakan bahwa spesifikasi dari ratusan kasus kekerasan yang tercatat, didominasi oleh kekerasan seksual.

“Dari situ kami coba masuk untuk upaya peningkatan kapasitas terkait UU TPKS,” ujarnya.

Achi menambahkan, bahwa salah satu keunikan UU TPKS adalah terkait pemulihan korban.

Ia melihat banyaknya penanganan kasus yang belum melihat pada aspek pemulihan korban.

“Ini yg mesti sama sama kita ketahui, termasuk di dalamnya adalah hukuman yg setimpal untuk pelaku kekerasan seksual,” tegasnya.

Dengan adanya upaya koordinasi dan sinergitas, Achi berharap pemerintah dan aparat penegak hukum beserta masyarakat dapat bersama memutus mata rantai kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Diskusi hari ini menghadirkan dua narasumber, yakni Wakil Direktur LBH Makassar, Abdul Aziz Dumpa dan Kanit PPA Polrestabes Makassar, Syahuddin Rahman.

Aziz meninjau banyaknya hal baru yang dibawa oleh UU TPKS, utamanya dalam memandang kasus kekerasan seksual dan penanganannya.

Ia menyebut fakta bahwa tidak semua korban mendapatkan keadilan dan pemulihan.

Hal ini karena peraturan perundang-undangan sebelum adanya UU TPKS belum mengenali beragam jenis kekerasan seksual.

“Dulu kita hanya melihat bahwa kekerasan seksual harus dilakukan secara fisik, dipaksa, atau adanya hubungan seperti pacaran itu dianggap suka sama suka. Tidak mengenal bentuk kekerasan lainnya,” paparnya.

Padahal, menurutnya banyak juga orang yang mendapat kekerasan seperti eksploitasi seksual setelah mereka mendapatkan iming-iming dan bentuk manipulasi lainnya.

“Dulu ini yang belum ditangkap oleh KUHP. Kalau sekarang sudah bisa,” sambungnya.

Aziz menambahkan, dulu peraturan yang ada belum memiliki perspektif korban, seperti mesti dirujuk ke layanan psikologi atau layanan pemulihan lainnya.

“Dulu sebatas hanya mengurus problem hukumnya. Sekarang ada TPKS, ada pemulihan,”.

Hal yang paling berubah menurut Aziz, adalah dari segi pembuktian kasus.

Ia menjelaskan bahwa dahulu, berdasarkan, KUHP, kasus baru masuk di tahap penyelidikan kalau ada 2 bukti yang cukup.

“Misalnya ada saksi dan bukti surat. Kalau di KUHP, 2 saksi yang saling bersesuaian itu wajib ditambah alat bukti lain. Tapi kalau di UU TPKS, keterangan saksi dan atau korban cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah jika disertai dengan 1 alat bukti sah lainnya dan hakim memperoleh keyakinan bahwa benar telah terjadi tindak pidana dan terdakwa terbukti sah melakukannya,” terang Aziz.

Pengecualian alat bukti tersebut, sambung Aziz, karena adanya fakta bahwa kekerasan seksual kebanyak terjadi di ranah privat.

“Terjadi di ruang tertutup, dimana hanya korban yang mengalami,” tandasnya.

Narasumber selanjutnya, Syahuddin Rahman membenarkan bahwa ada hal baru yang dibawa oleh UU TPKS ini, termasuk untuk menangani kasus.

Ia mengungkapkan bahwa sebelum ada UU TPKS, sangat sulit menjerat pelaku kekerasan seksual yang terjadi antara orang dewasa.

“Kekerasan seksual di orang dewasa dengan dewasa, sebelum berlakunya UU 12 tentang TPKS ini, itu sangat susah untuk menjerat di dalam pasal KUHP,” katanya.

Tetapi kalau korbannya anak, ia menilai sudah adanya regulasi terkait, yaitu UU Perlindungan Anak.

“UU TPKS ini lebih menyeluruh, melengkapi UU Perlindungan Anak. Jadi baik dia anak maupun dewasa, bisa dijerat dengan UU TPKS,” tukasnya.

sumber : https://edunews.id/dp3a-makassar/dpppa-makassar-gelar-diskusi-uu-tpks-bersama-binmas-dan-danramil/

Tidak ada komentar

Tinggalkan komentar

 

12 + 8 =