Tak Cuma Menangani Kasus, Shelter Warga Juga Memperbaiki Pola Pikir!
MAKASSAR, EDUNEWS.ID – Giat pembentukan Shelter Warga berlanjut di Kecamatan Mariso Kota Makassar, Senin (7/8/2023).
Tahun ini, sebanyak 3 kelurahan di Mariso akan dibentuk Shelter Warga, yakni Mario, Pannambungan, dan Kunjung Mae.
Siang kemarin di kantor kecamatan, Kelurahan Mario menjadi yang pertama mendapatkan sosialisasi soal Shelter Warga.
Berbagai stakeholder kelurahan dihadirkan dalam pertemuan yang dipimpin Kepala Bidang Perlindungan Perempuan Dinas Permberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA), Hapidah Djalante.
Ia menjelaskan, Shelter Warga adalah praktik cerdas yang diinisiasi Pemkot Makassar.
Inovasi ini menjadi yang pertama di Indonesia dan banyak diadopsi oleh daerah lain.
Shelter Warga, katanya, bertujuan menangani permasalahan perempuan dan anak korban kekerasan, serta untuk memenuhi hak anak.
“Tujuan dibentuknya shelter di setiap kelurahan adalah untuk mendekatkan layanan kepada masyarakat. Karena di situ juga ada rt rw yang dianggap paling dekat dengan warga,” terangnya.
Sebanyak 2 narasumber dihadirkan dalam kegiatan ini, yaitu Ariani (Ketua Shelter Kelurahan Borong) dan Nuraeni (Ketua Shelter Kelurahan Pattingalloang).
Ariani mengungkapkan, Shelter Warga ini adalah layanan berbasis masyarakat.
Partisipasi masyarakat sangat penting dalam menjalankan sebuah shelter warga.
“Liatki itu di sekitar ta banyak sekali kasus. Janganki’ takut melaporkan, tidak akan ji disebutkan siapa yang melapor. Ini untuk memutus mata rantai kekerasan,” paparnya.
Ia menambahkan, shelter warga ini menangani kasus dengan kepedulian dan keikhlasan yang tinggi.
“Jangan sekali kali memungut apapun, dan jangan pernah diskriminasi orang yang datang melapor,” pesannya.
Selanjutnya, Nuraeni menerangkan bahwa shelter warga tidak hanya bergerak saat ada kasus.
Kasus kasus kekerasan dianggapnya sebagai kejadian yang tidak berdiri sendiri, dan tidak berakhir sendiri pula.
Untuk itu, pendampingan berkesinambungan sangat diperlukan.
“Shelter bukan cuma menangani kasusnya, tetapi kita juga mengubah orangnya. Memperbaiki anak korban kekerasan, begitu juga dengan ibunya, dengan orangtuanya. Shelter itu mengubah pola pikir, karena kalau tidak, kejadian serupa itu akan berulang,” tegas Eni, sapaannya.
Shelter Warga pun harus terus melakukan adaptasi demi menjalankan kegiatan secara terus menerus.
“Bagaimana shelter ini bisa berjalan? mungkin ada dana dari DPPPA, tapi itu tidak cukup menghidupi gerakan kita,” ujarnya.
Ia pun menyarankan pentingnya pemberdayaan ekonomi dengan memanfaatkan potensi warga lokal.
“Kami berusaha menyelesaikan masalah ekonomi dengan sumber daya lokal karena banyak sekali kasus KDRT juga disebabkan ekonomi yang lemah,” tuturnya.
Eni lalu menegaskan pengurus shelter untuk selalu membuka diri terhadap potensi apapun.
“Shelter bertahan dalam kondisi apapun, bekerja sama dengan siapapun dan mampu memunculkan ide kreatif apapun untuk membesarkan shelter,” pungkasnya.
Tinggalkan komentar