Pembentukan Shelter Warga di Bara-baraya: Turut Waspada Akar Kekerasan di Medsos!
MAKASSAR, EDUNEWS.ID – Pembentukan Shelter Warga berlanjut hingga Kelurahan Bara Baraya, Kec. Makassar, Kota Makassar. Jumat (4/8/2023).
Bara baraya menjadi kelurahan ke 7 yang akan dibentuk Shelter Warga setelah 6 kelurahan lainnya di Kec. Makassar.
Hal ini disampaikan Kepala Bidang Perlindungan Perempuan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Kota Makassar, Hapidah Djalante.
“Kalau di Kecamatan Makassar sudah ada 6, jadi kalau terbentuk lagi sudah 7,” ungkapnya.
Hapidah menjelaskan, pembentukan shelter di kelurahan adalah untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat.
Tujuan Shelter Warga sendiri adalah untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menyelesaikan masalah perempuan dan anak korban kekerasan.
RT RW bersama tokoh masyarakat, kader PKK dan Posyandu, dan lain sebagainya dilibatkan dalam struktur kepengurusan.
Shelter juga dimanfaatkan dalam upaya pemenuhan hak hak anak.
“Tidak semua kasus diketahui oleh tingkat atas jika tanpa informasi dari kelurahan, dari RT dan RW,” tuturnya.
Hapidah pun berharap agar orang yang mengisi kepengurusan Shelter Warga adalah mereka yang punya kepedulian dan kepekaan sosial tinggi.
Sebab, Shelter Warga menyelesaikan perkara ringan melalui mediasi secara kekeluargaan.
“Mediasi inilah yang bahasa hukumnya Restorative Justice. Baru Walikota Makassar yang keluarkan Perwali soal ini,” terangnya lagi.
Lebih lanjut, Ketua Shelter Warga Maccini Sombala, Rahmat Tumengkol, yang diundang sebagai narasumber membagikan pengalamannya tentang kerja kerja Shelter Warga.
Rahmat menekankan banyaknya kasus langsung yang akan ditemui dan ditangani.
Meski begitu, banyak juga kasus kekerasan di ranah daring atau via medsos yang mesti diwaspadai.
“Ada juga di ranah daring. Ingatki‘ kalau sekarang ini dunia internet,” kata Rahmat.
Ia kemudian memberi contoh banyaknya perkara yang berawal dari aktifitas sosial media.
Misalnya anak atau perempuan yang dilecehkan, diperas, atau diculik karena penggunaan sosial media yang tidak bijak.
Atau bullying dan saling mengejek di media sosial yang berujung pada perkelahian di dunia nyata.
Salah satu istilah yang mencuat, tambah Rahmat, adalah OCSEA (Online Child Sexual Exploitation and Abuse).
OCSEA ini memiliki beragam bentuk.
“Bisa grooming, eksploitasi seksual, sexting (chat bernuansa seksual), kekerasan seksual, sektorsi (pemerasan melibatkan objek seksual), atau sexual live streaming,” paparnya.
Tinggalkan komentar